I. ANALISIS TRANSAKSIONAL (BERNE)
A. Konsep
dasar pandangan analisis traksional tentang kepribadian
Teori analisis
transaksional merupakan karya besar Eric Berne (1964), yang ditulisnya dalam
buku Games People Play. Berne adalah
seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Pendekatan analisis
transaksional ini berlandaskan teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis
struktural dan transaksional. Ketika Berne menghadapi klien, ia menemukan bahwa
kliennya kadang-kadang berfikir, berperasaan dan berperilaku seperti anak-anak,
tapi di lain kesempatan terlihat seperti orang tua atau orang dewasa.
Berdasarkan pengalamanya dengan klien itu, Berne berkesimpulan bahwa manusia
memiliki berbagai bentuk kondisi ego, atau disebutnya dengan ego states yaitu
unsur-unsur kepribadian yang terstruktur dan itu merupakan satu
kesatuan yang utuh. Adapun struktur
kepribadian itu terdiri dari 3 status ego yaitu ; orang tua, dewasa dan anak.
B. Unsur-unsur
terapi
1. Munculnya
gangguan
Dari eksperimen ini Berne mengamati bahwa kehidupan sehari-hari banyak
ditentukan oleh bagaimana ketiga status ego (anak, dewasa, dan orang tua)
saling berinteraksi dan hubungan traksaksional antara ketiga status ego itu
dapat mendorong pertumbuhan diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan sumber-sumber
gangguan psikologis. Percobaan Eric Berne ini dilakukan hamper 15 tahun dan
akhirnya dia merumuskan hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang disebut
Analisis Transaksional dalam Psikoterapi yang diterbitkan pada tahun 1961.
Selanjutnya tahun 1964 dia menulis pula tentang Games Pupil Play, dan tahun
1966 menerbitkan Principles of Group Treatment. Pengikut Eric Berne adalah
Thomas Harris, Mc Neel J. dan R. Grinkers.
2.
Tujuan terapi
Tujuan utamanya untuk membantu klien dalam membuat keputusan-keputusan baru
yang berhubungan tingkah lakunya saat ini dan arah hidupnya. Sedangkan sasarnya
adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa kebebasan dirinya dalam memilih
telah dibatasi oleh ketusan awal mengenai posisi hidupnya serta pilihan
terhadap cara-cara hidup yang stagnan dan deterministik. Menurut Berne (1964)
dalam Corey (1988) bahwa tujuan dari AT adalah pencapaian otonom yang
diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik : kesadaran, spontanitas,
dan keakraban.
Menurut
Haris (19967) yang dikutip dalam Corey (1988) tujuan pemberian treatment adalah
menyembuhkan gejala yang timbul dan metode treatment adalah membebaskan ego
orang dewasa sehingga bisa mengalami kebebasan memilih dan penciptaan
pilihan-pilihan baru atas pengaruh masa lampau yang membatasi. Tujuan
terapeutik, dicapai dengan mengajarkan kepada klien dasar-dasar ego Orang Tua,
ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Para klien dalam setting kelompok itu belajar
bagaimana menyadari dan menjabarkan ketiga ego selama ego-ego tersebut muncul
dalam transaksi-transaksi kelompok.
3. Peran terapis
Harris (1967) yang dikutip dalam Corey (1988) memberikan gambaran peran
terapis, seperti seorang guru, pelatih atau nara sumber dengan penekanan kuat
pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis menerangkan konsep-konsep seperti
analisis struktural, analisis transaksional, analisis skenario, dan analisis
permainan. Selanjutnya menurut Corey (1988), peran terapis yaitu membantu klien
untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau yang merugikan dan
menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal tertentu, mengindentifikasikan
rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakannya dalam
menghadapi orang lain yang sekarang mungkin akan dipertimbangkannya. Terapis
membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari
alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih otonom.
Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan
klien, menunjuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien
sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan
pengetahuannya untuk mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak
spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari
klien agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang
Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat
keputusan-keputusan baru.
C. Tekhnik-tekhnik terapi analisis transaksional
Untuk melakukan terapi dengan pendekatan AT menurut
Haris dalam Corey (1988) treatment individu-individu dalam kelompok adalah
memilih analisis-analisis transaksional, menurutnya fase permualaan AT sebagai
suatu proses mengajar dan belajar serta meletakan pada peran didaktik terapis
kelompok. Konsep-konsep AT beserta tekniknya sangat relevan diterapkan pada
situasi kelompok, meskipun demikian penerapan pada individu juga dianggap boleh
dilakukan. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh, bila digunakan dengan
pendekatan kelompok. Pertama, berbagai ego Orang Tua mewujudkan dirinya dalam
transaksi-transaksi bisa diamati. Kedua, karakteristik-karakteristik ego anak
pada masing-masing individu di kelompok bisa dialami. Ketiga, individu dapat
mengalami dalam suatu lingkungan yang bersifat alamiah, yang ditandai oleh
keterlibatan orang lain. Keempat, konfrontasi permainan yang timbal-balik dapat
muncul secara wajar. Kelima, para klien bergerak dan membaik lebih cepat dalam
treatment kelompok.
Prosedur pada AT dikombinasikan dengan terapi Gestalt, seperti yang
dikemukakan oleh James dan Jongeward (1971) dalam Corey (1988) dia
menggabungkan konsep dan prosedur AT dengan eksperimen Gestalt, dengan kombinasi
tersebut hasil yang diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai kesadaran diri
dan otonom. Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam AT,
yaitu :
1. Analisis struktural, para klien akan belajar bagaimana
mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu klien untuk mengubah
pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu klien untuk menemukan
perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya, sehingga dapat
melihat pilihan-pilihan.
2. Metode-metode didaktik, AT menekankan pada domain
kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
3. Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang
dilakukan orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara
orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana
saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu;
komplementer, menyilang, dan terselubung.
II. RATIONAL
EMOTING THERAPY (ELLIS)
A. Konsep dasar
pandangan rational emotive therapy
Menurut Albert Ellis manusia pada
dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan
irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif,
bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu
itu menjadi tidak efektif.Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan
oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan
psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan
irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka,
sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali dengan belajar secara
tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan.
Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan.
Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan
verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan dan
pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang
rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan
cara verbalisasi yang rasional.
Albert Ellis yang telah banyak
menerbitkan banyak karangan dan buku, antara lain buku yang berjudul Reason
and Emotion in Psychotherapy (1962), A New Guide to Rational Living
(1975), serta karangan Burks Theories of Counselling yang berjudul The
Rational Emotive Approach to Counselling dalam buku Burks Theo.
B.
Unsur-unsur terapi
1.
Munculnya gangguan
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang
biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara
irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak
logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan
cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri
harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima
menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional. Rational Emotive Therapy yang menolak pandangan aliran psikoanalisis yang
berpandangan bahwa peristiwa dan pengalaman individu menyebabkan terjadinya gangguan
emosional. Menurut Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternalyang
menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada pengertian yang diberikan
terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan
pikiran-pikiran seorang yang bersifat irasional terhadap peristiwa dan pengalaman
yang dilaluinya.
ries of
Counselling (1979).
2.
Tujuan terapi
Tujuan utama dari terapi ini yaitu meminimalkan
pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh
filsafat hidup yang lebih realistik. Terapi ini mendorong suatu revaluasi
filosofis dan ideologis berlandaskan asumsi bahwa masalah-masalah manusia
berakar secara filosofis, dengan demikian Terapi Emotif Rasional tidak
diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala, tetapi untuk mendorong klien
agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar. Jika masalah
yang dihadirkan oleh klien adalah ketakutan atas kegagalan dalam perkawinan
misalnya, maka sasaran yang dituju oleh seorang terapis bukan hanya pengurangan
ketakutan yang spesifik itu, melainkan penanganan atas rasa takut gagal pada
umumnya. TRE bergerak ke seberang penghapusan gejala, dalam arti tujuan utama.
3.
Peran terapis
Terapis memiliki tugas-tugas
yang spesifik yaitu :
a. mengajak
klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah
memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
b. menantang
klien untuk menguji gagasan-gagasanya.
c. menunjukkkan
kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
d. menggunakan
suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
e. menunjukkan
bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan
mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
f. menggunakan
absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien.
g. menerangkan
bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan
yang rasional yang memiliki landasan empiris.
h. mengajari
klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir sehingga klien
bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan
kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan
datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang dapat
merusak diri.
C.
Tekhnik-tekhnik terapi rational emotive therapy
a. Assertive
adaptive
Teknik yang
digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b. Bermain
peran
Teknik untuk
mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu
dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang
negatif.
III. TERAPI PERILAKU
A. Konsep dasar
1. Classical Conditioning
Adapun penelitiannya yang dilakukannya adalah dengan mengoperasi kelenjar ludah anjing sehinnga memungkinkan untuk mengukur dengan teliti air liur yang keluar sebagai respon. Setelah percobaan diulang berkali-kali, maka ternyata air liur telah keluar sebelum makanan sampai kemulutnya, yaitu:
Operant conditioning adalah suatu usaha pengkondisian untuk menimbulkan dan mengembangkan respons sebagai usaha memperoleh “penguatan”. Dengan kata lain melalui pemberian reinforcement (penguatan) itu maka seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme. Operant kondisioning meliputi proses-proses belajar yang mempergunakan otot-otot secara sadar, memberikan jawaban dengan otot-otot tersebut dan mengikutinya dengan pengulangan untuk penguatan. Walaupun demikian, perilaku tersebut masih dikendalikan faktor luar (faktor lingkungan, rangsang atau stimulus) yang mana akan sangat mempengaruhi respon-respon yang akan diperlihatkan.
3. Modelling
Prinsip teori yang melandasi teknik terapi ini adalah teori mengenai belajar melalui pengamatan (observation learning) atau sering juga disebut belajar sosial (social learning) dari Walter dan Bandura. Pada prinsipnya, terapis memperlihatkan model yang tepat untuk membuat klien dapat meniru bagaimana ia seharusnya melakukan upaya menghilangkan perasaan dari pikiran yang tidak seharusnya dari orang lain yang disebut model itu. Terhadap dua konsep yang berbeda yang digunakan dalam modeling ini, yakni antara coping dan mastery model menampilkan perilaku ideal, contohnya bagaimana menangani ketakutan. Sebaliknya, coping model pada dasarnya menampilkan bagaimana ia tidak merasa takut untuk menghadapi hal yang semula menakutkan.
B. Unsur-unsur Terapi
1. Munculnya Gangguan
Suatu terapi yang berfokus untuk memodifikasi atau mengubah perilaku. Seperangkat perilaku atau respon yang dilakukan dalam suatu lingkungan dan menghasilkan konsekuensi-konsekuensi tertentu. Terapi perilaku berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar si pasien. Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang lebih menangani gambaran terkini berbagai gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya.
2. Tujuan Terapi
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh.
3. Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.
C. Teknik terapi perilaku
A. Konsep dasar
1. Classical Conditioning
Adapun penelitiannya yang dilakukannya adalah dengan mengoperasi kelenjar ludah anjing sehinnga memungkinkan untuk mengukur dengan teliti air liur yang keluar sebagai respon. Setelah percobaan diulang berkali-kali, maka ternyata air liur telah keluar sebelum makanan sampai kemulutnya, yaitu:
a. Pada waktu
melihat piring makanan.
b. Pada waktu melihat orang yang biasa
memberi makanan.
c. Pada waktu mendengar langkah
orang yang memberi makanan.
Jadi makanan disini merupakan perangsang (stimulus)
yang sewajarnya bagi reflek keluarnya air liur, sedangkan piring, orang, dan
suara langkah merupakan stimulus yang bukan sewajarnya. Terhadap percobaan ini
Pavlov mengambil kesimpulan bahwa signal dapat memainkan peranan yang sangat
penting dalam adaptasi hewan terhadap sekitarnya. Reaksi mengeluarkan air liur
karena mengamati pertanda disebut dengan istilah reflek bersyarat atau
conditioned reflek (CR), pertanda atau signal disebut perangsang bersyarat atau
conditioned stimulus (CS), makanan dsebut perangsang tak bersyarat atau
Unconditioned stimulus (US), sendangkan keluarnya air liur karena makanan
disebut reflek tak bersyarat atau unconditioned reflek (UR).
2. Operant Conditioning
Operant conditioning adalah suatu usaha pengkondisian untuk menimbulkan dan mengembangkan respons sebagai usaha memperoleh “penguatan”. Dengan kata lain melalui pemberian reinforcement (penguatan) itu maka seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme. Operant kondisioning meliputi proses-proses belajar yang mempergunakan otot-otot secara sadar, memberikan jawaban dengan otot-otot tersebut dan mengikutinya dengan pengulangan untuk penguatan. Walaupun demikian, perilaku tersebut masih dikendalikan faktor luar (faktor lingkungan, rangsang atau stimulus) yang mana akan sangat mempengaruhi respon-respon yang akan diperlihatkan.
3. Modelling
Prinsip teori yang melandasi teknik terapi ini adalah teori mengenai belajar melalui pengamatan (observation learning) atau sering juga disebut belajar sosial (social learning) dari Walter dan Bandura. Pada prinsipnya, terapis memperlihatkan model yang tepat untuk membuat klien dapat meniru bagaimana ia seharusnya melakukan upaya menghilangkan perasaan dari pikiran yang tidak seharusnya dari orang lain yang disebut model itu. Terhadap dua konsep yang berbeda yang digunakan dalam modeling ini, yakni antara coping dan mastery model menampilkan perilaku ideal, contohnya bagaimana menangani ketakutan. Sebaliknya, coping model pada dasarnya menampilkan bagaimana ia tidak merasa takut untuk menghadapi hal yang semula menakutkan.
B. Unsur-unsur Terapi
1. Munculnya Gangguan
Suatu terapi yang berfokus untuk memodifikasi atau mengubah perilaku. Seperangkat perilaku atau respon yang dilakukan dalam suatu lingkungan dan menghasilkan konsekuensi-konsekuensi tertentu. Terapi perilaku berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar si pasien. Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang lebih menangani gambaran terkini berbagai gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya.
2. Tujuan Terapi
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh.
3. Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.
C. Teknik terapi perilaku
- Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
- Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
- Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
- Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
- Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
Sumber:
http://go2psychology.blogspot.com/2012/01/analisis-transaksional.html
http://fromapieceofdiary.blogspot.com/2012/04/rational-emotive-therapy-atau-teori.html
DYAH SEKAR AYU
17511957
3 PA 09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar