Senin, 06 Juli 2015

THERAPEUTIC

TC (the rapeutic community) merupakan model treatmen melalui system  asrama dengan model hirarki dalam memainkan simulasi peran untuk meningkatkan kemampuan personal dan tanggung jawab social dengan mediasi dukungan rekan sebaya dan grup-grup terapi dengan menggunakan pembelajaran pertolongan individual dengan cara memberikan pertolongan bagi orang lain sehingga asimilasi norma-norma social dan pencapaian keterampilan bina hubungan sosial yang efektif. Glenn R Hanson menjelaskan bahwa pada dasarnya the rapeutic community merupakan rehabilitasi, pembelajaran kembali, pembiasaan perilaku sosial normative dan penguatan kembali kecakapan-kecakapan sosial, nilai-nilai hidup, persepsi dan sifat serta kehidupan emosi, fisik dan psikologis yang sehat melalui rehabilitasi dalam setting residensial, menerapkan prinsip self-help group di mana seorang pecandu mengusahakan kepulihan dengan cara memberikan kepedulian dan bantuan kepada rekannya untuk memastikan kepulihan secara bersama.
Konsep The rapeutic community ( TC ) adalah menolong diri sendiri dengan adanya penanaman keyakinan bahwa :
1.      Setiap orang bias berubah
2.      Kelompok bisa mendukung untuk berubah
3.      Setiap individu harus bertanggung jawab
4.      Perogram terstruktur dapat menyediakan lingkungan aman dan kondusif bagi perubahan
5.      Adanya partisipasi aktif
Menurut Charles (dalam Dedi, dkk. 2013) sebenarnya terdapat 5 tonggak (five pillars) di dalam program therapeutic community yang menjadi konsep penjalanannya, yaitu :
1.      Family Milieu Concept ( konsep kekeluargaan )
Suatu metode yang menggunakan konsep kekeluarga andalan proses pelaksanaanya, artinya satu group yang terdiri dari beberapa orang tersebut adalah sebuah keluarga. Segala hal apapun yang menyangkut salah seorang diantaranya adalah menjadi tanggung jawab bersama.
2.      Peer Pressure (tekanan teman sebaya)
Suatu metode yang menggunakan kelompok sebagai perubah tingkah laku. Artinya kesalahan yang dilakukan oleh salah seorang, akan memberikan dampak tekanan dari teman sekelompoknya.
3.      Therapeutic Session (Sesi terapi)
Suatu metode yang menggunakan pertemuan atau berbagai kerja kelompok untuk meningkatkan harga diri dan perkembangan pribadi dalam rangka membantu proses pemulihan
4.         Religion Session (Sesi agama)
Suatu metode untuk meningkatkan nilai-nilai dan pemahaman agama dengan memanfaatkan pertemuan keagamaan.
5.         Role Modeling (Ketauladanan)
Suatu metode yang menggunakan seorang tokoh sebagai model atau panutan dalam membantu merubah perilaku. Penyempurnaan kelima tonggak ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Charles menjelaskan bahwa membutuhkan waktu 5 – 7 tahun untuk mendapatkan hasil pemulihan yang maksimal, hal ini dikarenakan dengan penanaman kelima tonggak tersebut, para pecandu sudah dapat melupakan perilaku yang pernah di lakukannya, selain itu juga ketergantunganya terhadap narkoba tersebut (BNN, 2007 : 205 )



Pelaksanaan program therapeutic community terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya ialah :
1.      Tahap detoksifikasi
Adalah terapi lepas narkoba, dan terapi fisik yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan racun dari tubuh. Pada tahap ini digunakan metode induction. Metode ini adalah tahap awal sebelum para pecandu dapat bergabung menjadi sebuah keluarga. Pengurungan selama tiga bulan di sel menjadi inti tahapan induction ini. Hal ini dikarenakan dapat memberikan pengaruh penenangan
Kepada kondisi fisik dan psikis pecandu menghadapi suasana baru tanpa narkoba
2.      Tahap habilitasi
Ditujukan untuk stabilitasi suasana mental dan emosional penderita, sehingga gangguan jiwa yang menyebabkan perbuatan penyalahgunaan narkoba dapat diatasi. Pada tahap ini digunakan metode primary. Metode ini ditujukan dengan melakukan sosialisasi untuk pengembangan diri, serta meningkatkan kepekaan psikologis dengan melakukan berbagai program aktivitas dan terapi. Pada tahapan ini pecandu sudah memiliki kelompok keluarga dan sudah memiliki tanggung jawab di dalam kelompoknya. Metode ini dilakukan selama 6 bulan.

3.      Tahap rehabilitasi
Ditujukan untuk pemulihan keberfungsian fisik, mental, dan social penderita. Seperti belajar, bekerja, serta bergaul secara normal. Tahapan ini juga dikenal dengan tahapan after care. Pada tahapan ini pecandu sudah bias bersosialisasi dan bekerja di kebun. Sudah mendapatkan kebebasan yang lebih namun tetap mengikuti kegiatan kelompok karena masih menjadi anggota keluarga dalam kelompoknya.

PROSES THERAPEUTIC

Pengertian :
  • Sebuah ilmu yang memberikan gambaran untuk bisa membantu proses pemulihan keadaan, baik secara fisik maupun mental.
  • Sebuah proses yang sangat terkait dengan kegiatan terapi, yang perannya adalah untuk menyembuhkan. Khususnya untuk keadaan-keadaan yang mengganggu (illness ).
  • Sebuah perlakuan yang dampaknya bisa memberikan keadaan menjadi lebih baik, pada pikiran maupun perasaan.

Pemulihan (healing) dalam proses therapeutic
  • Pemulihan diarahkan untuk menguatkan klien, supaya bisa berdamai dengan masalah-masalah yang menjadi penyebab munculnya gangguan.
  • Pemulihan diarahkan untuk bisa menguatkan pikiran dan perasaan, supaya keadaan psikologisnya bisa bekerja untuk lakukan penyembuhan (resilence), dan menghibur dirinya sendiri.

Therapeutic dapat dilakukan oleh :
  • Orang-orang yang mempunyai kepedulian terhadap kondisi klien (care giver)
  • Orang-orang yang bekerja untuk merawat klien
  • Pekerja perawat dalam bidang medis
  • Tenaga sukarela yang bersedia untuk menolong

Therapeutic dilakukan untuk :
  • Membantu klien menjalani perawatan dan pemulihan kondisi psikologis
  • Membantu klien untuk bisa lebih beradaptasi dengan gangguan yang dialaminya
  • Membantu klien untuk bisa mengatasi situasi psikologis yang sangat membebaninya.


Therapeutic & Komunikasi
  • Proses komunikasi therapeutic harus didasarkan pada rasa pemahaman yang sangat besara. Yaitu melalui sikap empati
  • Interaksi diarahkan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan keyakinan akan kemampuan diri klien
  • Menyisipkan humor, untuk menumbuhkan perasaan bahagia dan senang
  • Komunikasi dilakukan untuk berikan dukungan terhadap keadaan emosi klien

Untuk bisa lakukan proses therapeutic diperlukan ciri pribadi :
  • Genuiness , sikap yang bisa menerima secara ikhlas akan keadaan klien
  • Empati, tulus dan jujur dalam menunjukan penerimaan diri terhadap klien
  • Hangat, sikap yang membuka peluang bagi klien untuk mengungkapkan segala hal yang mengganggu pikiran dan perasaannya secara mendalam
Hambatan therapeutic menurut Wulanjaya (2013) :
  • Hambatan dalam Penguasaan Knowledge, Skills dan Teknik Psikososial terapi. Meskipun sudah dibekali sejumlah pengetahuan, teknik dan aplikasi terapi psikososial, namun  dirasakan bahwa tidak semua metode tersebut sepenuhnya dapat diaplikasikan karena keterbatasan sumber daya pekerja sosial akan dasar-dasar pengetahuan aplikasi psikologi praktis.
  • Keberfungsian sosial, dalam therapeutic community diarahkan selain keberfungsian sosial juga difokuskan kepada terapi gangguan kepribadian, pengobatan medis disease dan sicknes. Kesamaannya, bahwa kedua pendekatan tersebut difokuskan kepada individu, kelompok dan keluarga. Kepada peserta workshop dimintakan pendekatan model terapi bagi individu, kelompok dan keluarga tersebut.
  • Design Setting Fasilitas: dalam Therapeutic Community desain ruangan yang diperlukan meliputi: ruang utama, asrama dengan model terbuka atau dormitory atau barak, ruang spot check, ruang konseling, kolam rawatan terapi air, ruang sekurity di ruang utama, ruang gastronomy, ruang laundry, ruang ibadah, ruang terapi khusus, ruang assesment bio-psycho social, ruang isolasi, ruang detoksifikasi, smooker room, ruang intimasi bagi klien yang sudah berkeluarga, ruang administrasi dan gedung data, perpustakaan, ruang relaksasi, ruang olahraga/fitness centry, ruang observasi dan ruang meditasi kursi kosong, serta ruang detoksifikasi yang aman dan nyaman. Kepada peserta workshop dimintakan pendapat mengenai fasilitas disain ruang yang sesuai dengan karakteristik klien
Kasus :
Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap napza baik di dunia maupun di Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat tajam dan penyebaran yang cepat meluas ke seluruh negara dan wilayah baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang psikoteropika dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang narkotika berdasarkan sistem hukum di Indonesia maka permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Napza menjadi permasalahan Lembaga Pemasyarakatan untuk turut menanggulangi permasalahan tersebut. Salah satu cara penanggulangan penyalahgunaan Napza di Lapas Narkotika Jakarta dengan menerapkan metode terapi Therapeutic Community dalam kegiatan pembinaan terhadap narapidana yang sebagian besar berlatar belakang kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap Napza. Salah satu unsur panting dalam pelaksanaan terapi dengan metode therapeutic community di Lapas Narkotika Jakarta adalah pelaksanaan tugas konselornya.
Pelaksanaan kegiatan Therapeutic Community di Lapas Narkotika Jakarta berdasarkan indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh BNN dan Depsos. menunjukkan keberhasilan dengan melihat kelancaran dan kesinambungan pelaksanaan kegiatan tersebut. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan TC di Lapas Narkotika Jakarta tidak terlepas dari keberhasilan pelaksanaan tugas konselor walaupun masih belum efektif karena adanya kendala-kendala dalam pelaksanaan tugasnya yang meliputi masalah anggaran, sumber daya manusia baik kuantitas maupun kualitas dan peserta kegiatan TC. Untuk itu perlu direkomendasikan agar Lembaga Pemasyarakatan Klas HA Narkotika Jakarta dapat menyediakan anggaran khusus untuk kegiatan Therapeutic Community dalam rangka keefektifan pelaksanaan kegiatan TC dan penyelenggaraan pelatihan bagi tenga konselor agar lebih profesional dalam pelaksanaan tugasnya.

Sumber :
Wulanjaya, N., R. (2013). Implementasi metode therapeutic community (Dalam Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Sosial Bagi Korban Penyalahguna NAPZA di PSPP Yogyakarta Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta). WELFARE, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, Vol.2, No.1

Dedi, A., Ginting, E., Y., B., Priyanti., E., Hilderia., B. (2013). Pengaruh Pelaksanaan Metode Therapeutic community Terhadap Kesembuhan Pecandu Narkoba di Sibolangit Center. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.


 DYAH SEKAR AYU            17511957
 FIRDHA ATIFAH                 19511220
3 PA 11

Kamis, 09 April 2015

Psikoterapi



PENDEKATAN DALAM PSIKOTERAPI
a.                   Pendekatan psikoanalisa di dalam psikoterapi
Sebagai suatu metode psikoterapi, psikologi berakar dari teori psikoanalisis Sigmund Freud, yang menekankan pentingnya ketidaksadaraan sebagai penyebab timbulnya berbagai masalah mental dan emosional. Psikoanalisis adalah terapi klasik, jangka panjang, yang bertujuan mengubah kepribadian mayor dengaan cara mengidentifikasi dan memodifikasi konflik-konflik tidak sadar dengan asosiasi bebas, menganalisis transferensi dan resistensi, serta interpretasi mimpi. Psikoterapi berorientasi psikoanalitik tujuannya serupa dengan psikoterapi suportif, yaitu menghilangkan gejala, dan serupa pula dengan psikoanalisis dalam upaya memahami secara dinamik konflik-konflik tidak sadar pasien dalam menggunakan analisis transferensi dan interpretasi mimpi.
b.      Pendekatan psikologi belajar di dalam psikoterapi
Terapi belajar berdasarkan teori belajar, yang mendalilkan bahwa problem-problem perilaku merupakan sesuatu yang didapat secara involunter, akibat pembelajar yang tidak tepat. Terapi berkonsentrasi pada perubahan perilaku (modifikasi perilaku) lebih dari pada mengubah pola pikir tidak sadar atau sadar, dan untuk mencapainya terapi bersifat directive (yaitu pasien menerima banyak instruksi dan pengarahan) beberapa teknik spesifik yang digunakan yaitu:
1.      Operant conditioning : teknik terapi ini berdasarkan pada evaluasi dan modifikasi hal-hal yang terjadi dahulu dan konsekuensi terhadap perilaku klien dengan teliti. Perilaku yang diharapkan didukung dengan penguatan positif dan dilaranf dengan penguatan negatif. Cara baru untuk merespon pasien ini dapat diajarkan kepada orang-orang yang tinggal bersama klien.
2.      Terapi aversi : klien diberikan stimulus yang tidak menyenangkan pada saat perilakunya yang tidak dikehendaki muncul. Beberapa dari cara ini secara hukum dilarang. Suatu teknik pengganti, yaitu sensitisasi tertutup, lebih bisa diterima, karena menggunakan pikiran-pikiran yang tidak menyenangkan sebagai stimulus aversif.
3.      Terapi implosif : klien dengan kecemasan yang disebakan situasi, secara langsung dihadapkan dengan situasi tersebut untuk jangka waktu tertentu atau dihadpkan di dalam imajinasi.
4.      Desensitisasi sistematik : klien dengan kecemasan atau fobia dihadapkan pada suatu hierarki yang bertahap terhadap situasi atau objek yang menakutkan, dimulai dari yang paling tidak menakutkan. Pasien akhirnya belajar untuk mengatasi objek atau situasi yang lebih menakutkan.
c.       Pendekatan psikologi humanistik di dalam psikoterapi
Pendekatan ini menekankan pada beberapa titik perhatian yaitu, perasaan (emosi pribadi dan apresiasi estetik), hubungan sosial (menganjurkan pada persahabatan dan kerjasama, serta bertanggung jawab), intelek, dan aktualisasi diri. Tokoh dalam psikologi humanistik ini adalah Abraham Maslow, Carl Rogers, dan Arthur Combs. Dalam pendekatan humanistik memusatkan perhatian pada manusia bahwa manusia “contains the potentialities for healthy and creative growth”. Dalam person centered pandangan ahli terapi klien bersifat positif, yaitu manusia memiliki potensi untuk aktualisasi diri, sehingga suasana yang nyaman dan “hadir” bersama klien perlu diciptakan. Dalam keadaan ketika klien merasakan “being accepted, being understood, being respected”, maka klien akan mampu memunculkan kemampuan mengatasi masalah perilakunya serta mampu pula mengaktualisasi dirinya.
d.      Pendekatan psikologi kognitif di dalam psikoterapi
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif, dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian. Tokoh dari terapi kognitif adalah Aaorn Beck seorang psikiater dengan latar belakang psikoanalisis dari University of Pennsylvania, dimana ia memimpin Center for Cognitive Therapy. Terapi ini didasarkan pada teori bahwa afek dan tindakan seseorang, sebagian besar ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut membentuk dunianya. Pikiran seseorang memberikan gambaran tentang rangkaian kejadian di dalam kesadarannya. Gejala perilaku yang berkelainan atau menyimpanng, berhubungan erat dengan isi pikiran. Terapi kognitif dipergunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku, dan fungsi kognisi yang terhambat, yang mendasari aspek kognitifnya yang ada.

CONTOH KASUS
a.    Psikodinamik
Seseorang menderita gangguan anxietas menyeluruh (GAD) ditandai oleh perasaan cemas sering kali dengan hal-hal kecil. Ciri utama GAD adalah rasa cemas, orang dengan GAD adalah pencemasan yang kronis. Mungkin mereka mencemaskan secara berlebihan keadaan hidup mereka seperti keuangan kesejahteraan anak-anak dan hubungan sosial mereka. Ciri lain yang terkait adalah; merasa tegang, waswas, atau khawatir, mudah lelah, mempunyai kesulitan berkonsentrasi atau menemukan bahwa pikirannnya menjadi kosong, iribilitas ketegangan otot, dan adanya gangguan tidur. Seperti sulit untuk tidur .
b.    Behavioristik
seseorang  memiliki fobia pada ular, penderita fobia mengasosiasikan ular sebagai sumber kecemasan dan ketakutan karena waktu kecil dia penah melihat orang yang ketakutan terhadap ular. Dalam hal ini, penderita telah belajar bahwa “ketika saya melihat ular maka respon saya adalah perilaku ketakutan”.
c.    Humanistik
seorang anak merasa kesal dengan orang tuanya, karena memaksanya untuk mengambil kuliah jurusan akutansi, padahal andi paling membenci menghitung, karena tekanan orang tuanya andi terpaksa harus masuk kulian jurusan akutansi
d.    Kognitif
Rina gagal dalam mengikuti ujian masuk ke perguruan tinggi negeri , karena hal tersebut naufal jadi memiliki keyakinan irasional di dalam dirinya “saya gagal tes” Berarti saya sebagai orang yang mengalami kegagalan total”

TANGGAPAN MENGENAI KASUS TERSEBUT

A.    Psikodinamika
Karena memandang gangguan anxietas menyeluruh berakar dari konflik konflik yang ditekan sebagian besar psikodinamik bekerja untuk membantu klien untuk menghadapi sumber-sumber konflik yang sebenarnya. Penanganannya hampir sama dengan penanganan fobia. Satu studi tanpa control menggunakan intervensi psikodinamika yang memfokuskan pada konflik interpersonal dalam kehidupan masa lalu dan masa kini pasien dan mendorong cara yang lebih adaptif untuk berhubungan dengan orang lain pada saat ini
b.    Behavioristik
Kasus tersebut dapat menggunakan pendekatan behavioristik karena pendekatan ini lebih menekankan terhadap proses belajar. Melalui proses belajar ini klien dapat mengatasi rasa takutnya step by step. Mulai dari terapis menunjukkan gambar objek yang klien takuti dari kejauhan, hingga objek tersebut berada di depan klien
c.    Humanistik
Karena dalam pendekatan humanistik, membantu klien untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberikan jalan bagi pertumbuhan dirinya yang unik.
d.    Kognitif
Dengan pendekatan kognitif, kasus tersebut bisa diatasi dengan cara merubah pola pikir klien. Karena masalah tersebut ditimbulkan dari pikiran yang salah. Dengan  menggunakan pendekatan kognitif, terapis membimbing klien agar berpikir lebih realistik dan lebih rasional.


DYAH SEKAR AYU
3 PA11
17511957