- Abnormalitas dengan konsep motivasi
Motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu
tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan
untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan. Motivasi dapat berupa motivasi
intrinsic dan ekstrinsic. Motivasi yang bersifat intinsik adalah manakala sifat
pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat
kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain
seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan
hobbynya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen diluar
pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat
seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
Teori-Teori
Motivasi
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya..
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya..
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
- Durasi kegiatan
- Frekuensi kegiatan
- Persistensi pada kegiatan
- Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan
- Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan
- Tingkat aspirasi hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan
- Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan
- Arah terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu
dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain :
- Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
- Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
- Teori Clyton Alderfer (Teori ERG)
- Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
- Teori Keadilan
- Teori penetapan tujuan
- Teori Victor H. Vroom (teori Harapan)
- Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
- Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep
“hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan
berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi yang
ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian
pula seterusnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
- Abnormalitas dengan stres
Setiap
manusia di dalam kehidupan sehari-harinya tentu pernah mengalami kegagalan dan
ketidaksesuaian kenyataan yang dihadapi dengan harapan sebelumnya. Kondisi ini
dapat mengarahkan dia ke situasi yang tidak nyaman, yang membuat dirinya sedih,
cemas, ragu-ragu, atau bingung. Kondisi ini adalah salah satu ciri adanya
gangguan psikis, yang mana di bidang psikologi di antaranya dikenal sebagai
kondisi stres.
Dalam buku Psikologi
klinis definisi stres adalah tekanan internal maupun eksternal serta
kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (an I nternal and eksternal
pressure and other troublesome condition in life). Dalam kamus psikologi
(Chaplin, 2002) stres merupakan suatu keadaan tertekan baik itu secara fisisk
maupun psikologis.
Kemampuan
berfikir individu pada kondisi stress mengalami perubahan, terutama dalam
konsentrasi, kemampuan memahami situasi, pengambilan keputusan dan menemukan
solusi. Hal tersebut menimbulakan perilaku abnormal pada individu yang
mengalami stres.
Perilaku
Abnormal dari Gangguan Stres
1.
Agresi
Yaitu
kemarahan yang meluap-luap dan mengadakan penyerangan kasar karena seseorang
mengalami kegagalan. Biasanya adapula tindakan sadistik dan membunuh orang.
Agresi ini sangat menggangu fungsi intelegensi sehingga harga dirinya
merosot.
2. Regresi
Yaitu
kembalinya individu pada pola-pola primitif dan kekanak-kanakan. Misalnya
dengan jalan menjerit-jerit, menangis meraung-raung, membanting barang,
menghisap ibu jari, mengompol, pola tingkah laku histeris, dll. Tingkah laku
diatas didorong oleh adanya rasa dongkol, kecewa ataupun tidak mampu memecahkan
masalah. Tingkah laku diatas adalah ekspresi dari rasa menyerah, kalah, putus
asa dan mental yang lemah.
3. Fixatie
Merupakan
suatu respon individu yang selalu melakukan sesuatu yang
bentuknya stereotipi, yaitu selalu memakai cara yang sama. Misalnya,
menyelesaikan kesulitannya dengan pola membisu, membentur kepala, berlari-lari
histeris, mengedor-gedor pintu memukul-mukul dada sendiri, dll. Semua itu
dilakukan sebagai alat pencapai tujuan, menyalurkan kedongkolan ataupun alat
balas dendam.
4.
Pendesakan dan komplek-komplek terdesak
Pendesakan
adalah usaha untuk menghilangkan atau menekankan ketidak sadaran beberapa
kebutuhan, pikiran-pikiran yang jahat, nafsu-nafsu dan perasaan yang negatif.
Karena didesak oleh keadaan yang tidak sadar maka terjadilah komplek-komplek
terdesak yang sering menggangu ketenangan batin yang berupa mimpi-mimpi yang
menakutkan , halusinasi, delusi, ilusi, salah baca, dll.
5.
Rasionalisme
Adalah cara
untuk menolong diri secara tidak wajar atau taktik pembenaran diri dengan jalan
membuat sesuatu yang tidak rasional dengan tidak menyenangkan. Misalnya,
seorang yang gagal secara total melakukan tugas akan berkata bahwa tugas
tersebut terlalu berat baginya karena dirinya masih muda.
6. Proyeksi
Adalah usaha
melemparkan atau memproyeksikan kelemahan sikap-sikap diri yang negative pada orang
lain. Misalnya orang yang sangat iri hati dengan kekayaan dan kesuksesan
tetangganya akan berkata bahwa sesungguhnya tetangganyalah yang sebenarnya iri
hati pada dirinya.
7. Tehnik
Anggur masam
Usaha
memberikan atribut yang jelek atau negative pada tujuan yang tidak bisa
dicapainya. Misalnya seseorang mahasiswa yang gagal menempuh ujian akan berkata
bahwa soal ujian tidak sesuai dengan bahan yang diajarkan.
8. Tehnik
jeruk manis
Adalah usaha
memberikan atribut-atribut yang bagus dan unggul pada semua kegagalan kelemahan
dan kekurangan sendiri. Misalnya seorang diplomat yang gagal total melakukan
tugas akan berkata “Inilah tehnik diplomatif bertaraf internasional, mundur
untuk merebut kemenangan”.
9.
Identifikasi
Adalah usaha
menyamakan diri sendiri dengan orang lain, misalnya mengidentifikasikan diri
dengan bintang film tenar, professor cemerlang dll. Semua itu bertujuan
memberikan keputusan semu pada dirinya.
10. Narsisme
Adalah
perasaan superior, merasa dirinya penting dan disertai dengan cinta diri yang
patologis dan berlebih-lebihan. Orang ini sangat egoistis dan tidak pernah
peduli dengan dunia luar.
11. Autisme
Ialah gejala
menutup diri secara total dari dunia nyata dan tidak mau berkomunikasi lagi
dengan dunia luar yang dianggap kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan mengandung
bahaya yang mengerikan. Maka bila tingkah laku yang demikian dijadikan pola
kebiasaan akan mengakibatkan bertumpuknya kesulitan hidup, bertambahnya
konflik-konflik batin yang kronis lalu terjadilah disintegrasi kepribadian.
- Abnormalitas dengan gender
Gangguan
Identitas Gender atau transeksualisme adalah ketidakpuasan psikologis terhadap
gender biologisnya sendiri, gangguan dalam memahami identitasnya sendiri,
sebagai laki laki atau perempuan. Tujuan utamanya bukan rangsangan seksual
tetapi lebih berupa keinginan untuk menjalani kehidupan lawan jenisnya.
Dibeberapa budaya, individu dengan identitas gender yang keliru sering
dikaitkan dengan kemampuan cenayang atau peramal dan diperlakukan sebagai figur
yang dihormati namun tidak jarang justru dijadikan objek ingin tahu, cemoohan
hingga sasaran kekerasan.
Gangguan
identitas gender “berbeda” dengan individu interseks atau hermaphrodite dimana
terlahir dengan alat kelamin yang tidak jelas akibat abnormalitas hormonal atau
abnormalitas fisik lainnya. Sebaliknya individu dengan gangguan identitas
gender tidak menunjukkan abnormalitas fisik.
Diduga
penyebabnya karena mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya akibat keinginan
orang tua terhadap jenis kelamin berbeda atau kurangnya teman bermain yang
sejenis selama tahun awal sosialisasi. Para ilmuwan belum menemukan adanya
peran biologis yang spesifik terhadap gangguan identitas gender.
Sumber :
supiani.staff.gunadarma.ac.id/.../files/.../TEORI+TEORI+MOTIVASI.doc
DYAH SEKAR
AYU
17511957
2PA 09